Daripada di tengah gemerlap kota
sendirian...
-gie-
_________________________________________________________________________________
Siang hari,
sekitar pukul 02.00 WIB lebih, kami sudah berada di pos pendaftaran pendakian
gunung Semeru. Setelah sebelumnya kami membersihkan diri dan mempersiapkan
bawaan kami masing-masing. Tas carrier
yang rata-rata setinggi leher dan lebih sudah berada di pundak kami
masing-masing, ikatan sepatau dikencangkan, dan kami siap menyapa semeru.
Saluted Team.
Pengurusan
administrasi kurang lebih memakan waktu sekitar setengah jam kurang. Pendataan barang
bawaan yang diperkirakan akan menjadi sampah nantinya ditulis di sebuah kertas
berisi form barang bawaan. Setelah semuanya selesai dan kami diperbolehkan
memasuki kawasan hutan semeru.
Dan akhirnya,
Yogie(saya), Tiar, Diah, Sukma, Erwin, dan Anis, ditambah bang Dian dan bang Dimas,
dan ditambah lagi kang Wawan, kang Sablue dan kang Darwis, kami pun memulai
langkah pertama kami memasuki Semeru, setelah sebelumnya kami berdo’a dengan
dipimpin bang Dimas. Target pertama kami, Ranugumbolo atau biasa disebut
Ranukumbolo, berjarak sekitar 17 km dari Ranupane dengan perkiraan jarak tempuh
sekitar 3-4 jam, begitu menurut cerita dan informasi dari banyak sumber. Namun
tidak bagi kami, perjalanan menuju Ranugumbolomemakan waktu lebih banyak bagi
kami, dan itu disebabkan beberapa faktor.
Baru berjalan beberapa belas menit, 1 derigen air
jatuh dan bocor, dan saya pelakunya. Tidak ada kaitannya dengan alasan
keterlambatan perjalanan kami ke Ranugumbolo sebenarnya, hanya ingin
menceritakan saja (:D). Sekitar 1 atau 2 jam kami berjalan, Tiar, tumbang
kekurangan nafas, begitu saya dengar. Karena saat kejadian, team terpisah
menjadi 3 bagian, kang Wawan dan 2 kawannya sudah jauh lebih dulu, sedangkan saya
dan beberapa dari anak-anak terpisah beberapa meter di depan rombongan Tiar.
Jadi, saya tidak melihat langsung kejadiaannya seperti apa. Tapi pas saya
lihat, Tiar dalam keadaan lemah dengan bantuan tabung oksigen di mulutnya.
Dimulai dari kejadian itu, anak-anak lebih cepat merasa lelah yang berakibat
waktu lebih banyak terpakai untuk beristirihat. Ditambah, kami berjalan lebih
pelan dari yang lainnya. Tapi apapun itu, never
leave your team mate behind.
3 jam berlalu
sejak kami melangkah pertama di ranupane, sekitar pukul 18.00 WIB kurang, kami
baru sampai di pos pertama. Kami beristirahat sejenak, makan dan minum
secukupnya untuk mengembalikan lagi stamina yang hilang setelah 3 jam berjalan.
Setelah merasa cukup, bang Dimas memberi aba-aba untuk melanjutkan perjalanan.
Bang Dimas akhirnya terpilih tanpa dipilih menjadi team leader kami. Dengan alasan dia yang paling tenang dan mengerti
dalam menangani anak-anak. Saya? jangankan menangani anak-anak, waktu pertama
kali saya tahu mereka baru pertama kali mendaki saja saya kaget bukan main dan
pesimis kami tidak akan sampai puncak. Shocknya,
saya tahu itu pas kita sudah mulai
pendakian kita, tepatnya setelah Tiar tumbang.
Sebelum trip
dimulai, saya menanyakan tentang kesiapan mereka menghadapi Semeru. Salah satu
dari mereka bilang mereka sudah pernah melakukan tracking di gunung Gede. Itu alasan saya menyimpulkan mereka siap
menghadapi semeru, pertimbangan saya mereka sudah pernah berhubungan langsung
dengan gunung, meski pun mereka belum mengikuti diklatsar. Keyakinan saya
langsung gugur setelah Tiar tumbang, mereka bilang kalau trip di gunung Gede,
mereka hanya sampai lokasi wisata air terjun Cibeureum. Kaget, itu bukan tracking tapi berwisata. Rasa pesimis
langsung muncul, “gila, pertama naek
gunung langsung ke semeru” kata saya dalam hati. Sedangkan bang Dimas yang
jam terbangnya sudah jauh di atas saya, bahkan bang Dian yang sudah mencicipi
indahnya Rinjani pun, berpikir berulang-ulang untuk memasuki kawasan Semeru.
Sebenarnya
ketakutan lah yang mendatangkan rasa pesimis itu. Beberapa minggu sebelum
hari-H, saya membaca banyak artikel dan cerita tentang Semeru. Saya
mengesampingkan cerita-cerita indah tentang Mahameru, karena itu yang saya dan
pendaki lainnya harapkan. Saya lebih khawatir tentang cerita sedih bahkan
tragis tentang Semeru. Bahkan kawan saya sendiri yang mengalami cerita tidak
indah tentang Mahameru. Itu yang membuat saya pesimis kalau kami tidak akan
sanggup melanjutkan sampai ke puncak.
Singkat cerita, kami sampai di Ranugumbolo sekitar jam
12 malam. Penggenapan hitungan, kami melakukan perjalanan hingga 8 jam lebih, 2
kali lebih lama dari perkiraan perjalanan biasanya, dan itu bisa disebut waktu
yang teramat sangat molor sekali. Tapi, 1 hal yang kami dapat lebih dari
sekedar berjalan sampai ke Ranugumbolo, kebersamaan dan toleransi serta rasa
ingin saling menjaga satu sama lain, kami dapatkan hal itu lebih dari pendaki
lain. Malam itu pun kami memjamkan mata melepas lelah di Ranugumbolo, danau
cantik di atas awan.
Ranugumbolo. Photo by gie, Blackberry 9380. Edited and Cropped by gie.
Team, latar Ranugumbolo. Photo by Erwin, Canon Eos 1100D. Edited and Cropped by gie.
Team, latar Ranugumbolo. Photo by Tiar, Canon Eos 1100D. Edited by gie.
Team, latar Ranugumbolo. Photo by Sablue, Canon Eos 1100D. Edited by gie.
Team, latar Ranugumbolo. Photo by Sablue, Canon Eos 1100D. Edited by gie.
_________________________________________________________________________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar