Jangan benci Ibu Pertiwi dari apa yang
belum kamu lihat!.
-gie-
_________________________________________________________________________________
Tahun 2003,- adalah tahun pertama saya naik gunung, dan gunung pertama yang saya daki adalah Gunung Tangkuban Parahu, Lembang, Bandung, yang tentunya tidak melalui jalur pariwisata yang saat itu sudah bisa menggunakan kendaraan untuk menuju atas Tangkuban Parahu, tapi melalui jalur lain melewati daerah latihan militer Tentara Negara Indonesia.
_________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________
Tahun 2003,- adalah tahun pertama saya naik gunung, dan gunung pertama yang saya daki adalah Gunung Tangkuban Parahu, Lembang, Bandung, yang tentunya tidak melalui jalur pariwisata yang saat itu sudah bisa menggunakan kendaraan untuk menuju atas Tangkuban Parahu, tapi melalui jalur lain melewati daerah latihan militer Tentara Negara Indonesia.
Tahun berikutnya
sampai 2007 saya masih rutin melakukan pendakian hampir setiap libur semesteran.
Sampai pertengahan 2007, entah apa alasannya, saat masuk bangku perkuliahan saya
sudah mulai melupakan pendakian. Alasan utama yang lebih kuat mungkin tidak ada
ajakan dari kawan atau siapa pun untuk mendaki. Pernah sekali mampir ke markas
himpunan pencinta alam yang ada di kampus saya, dengan niat bergabung dan
melanjutkan kecintaan saya terhadap alam tentunya. Tapi karena satu dua hal
yang ga bisa saya sebut disini, saya menarik kembali niat mulia saya untuk
bergabung. Alhasil, semakin jauh saya dari rutinitas 6 bulanan saya.
Ditambah lagi,
setelah perkenalan sepihak saya sama YUI (penyanyi, pemain gitar dan pencipta
lagu asal Jepang), membangkitkan kecintaan saya terhadap Jepang yang secara
otomatis mengikis rasa nasionalisme dan kecintaan saya terhadap Indonesia. Itu
semua dikarenakan perbandingan Jepang dan Indonesia yang selalu saya utarakan
setiap saat. Kalian bisa bayangkan, Indonesia kalah banyak sama Jepang dari
berbagai hal; teknologi, olah raga, pemerintahan, seni, dan beberapa hal
lainnya. Dan meningkatnya kekaguman saya sama Negeri Sakura, dilanjutkan
mengikisnya kecintaan saya sama Indonesia, secara tidak langsung kian
mengurangi hasrat saya untuk menjamah tanah-tanah indah di Ibu Pertiwi.
Tapi bukan berarti
saya berhenti total dalam penjamahan alam. Saya masih sering menyapa alam
Indonesia, walaupun hanya sekitaran Jawa Barat dan Banten, itupun karena hoby
sebagian banyak kawan-kawan saya adalah ‘ngalor-ngidul’ bepergian dan
berwisata. Beberapa gunung kecil, air
terjun, pantai dan beberapa kawasan wisata udah saya jamahi, dan menurut saya
itu termasuk dalam kata ‘menjamah’ alam.
Tapi entah mulai
kapan saya kurang ingat, saya mulai memperbincangkan keindahan Indonesia dengan
salah satu kawan perempuan saya yang waktu itu sedang menimba ilmu juga di kota
kembang, hanya saja kampus kita berjarak 1 jam lebih perjalanan menggunakan bis
kota. Dan seingat saya, saat itu saya mulai mengelola blog ini dan saya sering
membaca isi blog kawan saya ini. Ada beberapa tulisan di blog kawan saya ini
yang membuka mata saya tentang indahnya Ibu Pertiwi.
1 pelajaran yang saya
ambil dari kawan saya yang satu ini, yang jujur saja cukup menampar saya saat
itu; cintai Ibu Pertiwi dari apa yang kamu lihat, jangan benci Ibu Pertiwi dari apa yang
belum kamu lihat!. Saya belum menjamah seluruh tubuh Ibu Pertiwi, tapi saya sudah berani membenci Ibu Pertiwi hanya dari apa yang saya dengar.
Pertengahan
2012,- strategi mulai disusun, amunisi mulai dikumpulkan.
Outdoor equipment saya yang
sempat tercecer di beberapa kota di 2 provinsi yang bertetangga mulai disatukan
kembali. Pemilihan tempat, waktu dan personil mulai dilakukan. Tekad sedikit
demi sedikit dibangun kembali, pondasi niat diperkuat, tiang-tiang keinginan
ditinggikan kembali. Sudah bulat tekad ini untuk mencintai Ibu Pertiwi, sudah
kuat hasrat untuk menjamah Ibu Pertiwi.
Ciremai, Semeru
dan Rinjani menjadi 3 kandidat tempat yang siap dijamah, pertengahan tahun 2012
lalu 3 puncak ini ditentukan. Personil saat itu hanya terkumpul 3 orang; saya,
b-jay, cangak, dan keduanya itu kawan SMA saya di La Tansa. Dan waktu pun sudah
disepakati yaitu tahun baru 2013. Setelah googling beberapa gambar dan info tentang 3 kandidat tempat, dan setelah
perhitungan estimasi biaya dan lain sebagainya, semeru lah yang mencukupi
beberapa kriteria, diantaranya; biaya, penawaran panorama, serta jarak dari
bandung.
Masing-masing
kita mulai mengumpulkan segala hal yang dibutuhkan terutama materi, pemesanan
tiket sudah mulai digarap, dan booking tempat dan waktu di semeru pun pasti
sudah mulai digarap (karena waktu itu saya kira sistem pendakian semeru adalah online booking seperti halnya TNGP).
Namun, kekecewaan muncul karena kabar dari website
resmi TNBTS mengatakan bahwa pendakian di gunung semeru ditutup sampai akhir
januari 2013 (kalau tidak salah), disana tertulis bahwa pihak pengelola TNBTS
sedang melakukan pemulihan ekosistem dan pembersihan total setelah pendakian
masal yang diadakan oleh salah satu merek outdoor
equipmentdalam negeri bulan september 2012 lalu.
Kecewa? betul,
sedih? pasti, tapi kesal dan marah lah yang dulu lebih saya rasa. Tangan-tangan
yang tidak bertanggung jawab menjadi penyebab pupusnya mimpi saya menyambut
tahun baru 2013 di tanah tertinggi di pulau jawa ini. Naifnya, saya marah bukan
karena kotornya semeru, tapi karena rencana saya yang hancur berantakan
(maklum, masih dalam taraf ‘mulai’ mencintai.hehe). Dan akhirnya, rencana
diundur ke beberapa bulan berikutnya, yang saya yakin saat itu tidak akan
terwujud.
Benar saja, mulai
menikmati kesibukan masing-masing, ketiga kita tidak lagi membicarakan semeru.
Terakhir kali saya ingat, pembicaraan serius tentang semeru setelah film 5 cm
dirilis dan kebetulan saya dan cangak sudah menonton film tersebut. Itu
terakhir kali kita berbicara serius tentang trip ke semeru, selebihnya saya
anggap hanya basa-basi saja. Peralatan pun mulai tercecer lagi, dan saya pun
mengisi suasana tahun baru di 2 pantai yang tak kalah indahnya, Ujung Genteng
dan Sawarna.
Maret 2013,-
Ihsan (alias bombom, alias ichan), kawan ngampus
saya ini mengajak saya niis di Gunung
Cikuray, Garut. Tanpa basa-basi, saya langsung mengiyakan ajakan tersebut.
Secara, peralatan pribadi saya sudah bisa dibilang lengkap, meski seadanya dan
sebagian hasil pinjaman. Kebetulan juga, waktu itu saya sedang asik-asiknya
berfotografi ria menggunakan kamera dslr untuk pemula yang baru saya beli bulan
itu juga. Merasa ada tempat baru untuk hunting foto, saya tanpa ragu mengiyakan
ajakan kawan saya ihsan.
Juni 2013,-
Juwita (alias joe, alias wita), kawan MTs dan SMA saya di Daar El-Qolam, menanyakan
tentang trip ke semeru; biaya, waktu, dan persiapan lainnya, dan saya merasa
ada peluang baru untuk menjamah lagi.
Wita
memperkenalkan saya ke Diah (kawan Wita di kaskus (katanya)).
Koordinasi saya
secara otomatis ke Diah seorang, itupun via telepon, sms dan bbm. Tapi itu
lebih dari cukup, karena Diah mengkoordinasikan segala hasil meeting mereka (Diah dan personil
lainnya) dengan amat sangat jelas dan terperinci. Jadi, tidak ada kebingungan
yang saya alamin, bahkan kepercayaan saya sangat tinggi meski saya belum
bertatap muka sekali pun. Tapi saya rasa itu mungkin karena rasa bahagia yg saya
rasa, karena membayangkan saya akan menjamah semeru (sekedar info: saya orang
dengan tipe yang mengiyakan banyak hal saat dilanda kesenangan yang teramat
sangat).
Persiapan tak
terlalu repot lagi buat saya, terutama peralatan. Karena sebelumnya ada 2
pendakian yang gagal saya laksanakan sebelumnya, Semeru (tahun baru 2013) dan
Rinjani (info lagi: sebelum ajakan Wita, saya udah ngerencanain ikut kawan saya
yg ke Rinjani setelah memiliki tiket promo pesawat Jakarta-Bali setahun lalu,
tapi saya bukan termasuk yg memiliki tiket promo tersebut).
Perlengkapan
tinggal melengkapi beberapa saja. Tapi sulitnya, justru peralatan yang amat
sangat penting yang belum ada, terutama carrier.
Alhamdulillahnya, beberapa minggu
sebelum hari-H, saya sudah memiliki carrier
60 liter yang “meskipun” bukan carrier
yang saya idam-idamkan. Dan beberapa peralatan lain yang belum lengkap saya
pinjam dari beberapa kawan saya yang aktif di Himpunan Pecinta Alam kampus saya
dulu.
Tiket kereta
Bandung-Malang dan Malang-Bandung sudah ditangan, peralatan sudah all packed di kamar kost saya, mental,
tekad dan niat sudah sangat matang, tinggal fisik yang harus saya persiapkan.
Dan beberapa hari lagi, saya siap menyapa Mahameru.
_________________________________________________________________________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar